Palu, infoaktualterkini.com - Sebagian besar rakyat Poboya sebenarnya dalam keadaan resah dan tidak tenang terhadap aktivitas perusahaan emas PT Citra Palu Mineral (CPM) yang kini massif melakukan blasting (peledakan) material batu yang mengandung emas.
Metode peledakan ini dilakukan sebagai salah satu cara paling efisien dan efektif dengan cara menanam beberapa meter bahan peledak ke dalam tanah untuk menghancurkan material tambang agar lebih mudah dikeruk selanjutnya dibawah ke pabrik pengolaan emas.
Namun metode ini juga harus dan patut mendapat kritikan bahkan perlawanan dari rakyat setempat, karena berdampak buruk terhadap ekologis (lingkungan), psikologis bahkan hilangnya hak-hak ulayat rakyat setempat secara menyeluruh.
Ketua Forum Pemuda Sulteng, Kusnadi Paputungan yang dihubungi media ini menilai bahwa peledakan itu jauh sebelumnya sudah diprotes oleh sejumlah pihak yang peduli terhadap lingkungan. Namun tidak mendapat tanggapan serius dari pihak berwenang.
"Kita semua tahu bahwa Kota Palu ini dilintasi patahan sesar Palu Koro yang sewaktu-waktu bisa bergoncang dan kita tidak ingin bencana 28 September 2018 terjadi lagi. Bisa jadi blasting di tambang Poboya adalah bagian dari mempercepat atau sebagai perangsang untuk kembali bergoncangnya sesar Palu Koro," tandas Kusnadi (9/10).
Menurut Kusnadi, perlawanan sejumlah pihak terhadap blasting tersebut di Poboya harusnya mendapat perlawanan menyeluruh dari semua rakyat Kota Palu, karena menyangkut bahaya laten bencana super dahsyat dan keselamatan rakyat Palu dan sekitarnya.
Bukan hanya sebatas itu lanjut Kusnadi, blasting juga terlihat berdampak buruk pada psikologis rakyat setempat. Artinya ledakan dan penghancuran material telah menimbulkan dan keresahan rakyat. Namun mereka tidak bisa bersuara atas keresahan tersebut karena berbagai faktor. "Iya kalau kita tanya kenapa tidak bersuara. Jawaban mereka pasti percuma diprotes karena perusahaan dibekingi negara," tutur Kusnadi yang selama ini juga dikenal sebagai Sekretaris Pemuda Lasoani.
Selain soal blasting lanjut Kusnadi, pihak CPM juga sering mengkriminalisasi rakyat pemilik lahan yang tidak setuju tanahnya dibeli oleh perusahaan tersebut. Contohnya Agus Adjaliman yang kini dalam proses penuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Palu. Agus dijerat dengan UU ITE karena aktif mengkritisi tindakan perusahaan di Poboya, seperti blasting dan keruhnya air sungai Poboya yang diduga akibat dari aktivitas CPM. "Agus pernah mengungkapkan kepada saya bahwa dirinya dianggap melanggar UU ITE berkaitan dengan sikapnya yang menolak menjual tanahnya ke perusahaan. Kalau saya jual om bagaimana nasibnya orang yang bekerja di lahan itu? Kasian mereka kehilangan kerja," terang Kusnadi menirukan ucapan Agus. Erlangga