Jayapura, infoaktualterkini.com - Tokoh Masyarakat Adat Wilayah Lapago, Paskalis Kossay Menilai Pemakaian Busana Adat Wilayah Lapago dan Meepago dalam Acara “Street Carnival” (07/07/2023) lalu telah melecehkan Budaya Masyarakat Adat Lapago dan Meepago.
Hal itu disampaikan Kossay lewat press release kepada wartawan baru-baru ini, Jumat, (08/07/2023).
Pelecehan budaya adat Lapago dan Meepago itu terjadi pada promosi beragam busana adat dalam acara “Street Karnival” yang dibuka Presiden Jokowi di Pelataran Pantai Dok II, Kota Jayapura, Papua pada Kamis, (07/07/2023) lalu.
Kossay mengatakan keseluruhan acara ini berjalan dan berlangsung dengan sangat baik namun pada sesi promosi busana adat nampak terjadi pelecehan dan penghinaan terhadap budaya Masyarakat Adat Lapago dan Meepago.
“Semua materi promosi berjalan baik dan disambut hangat oleh Presiden Joko Widodo serta para Menteri yang hadir dalam gelaran tersebut. Namun, giliran promosi busana adat, khusus pada peragawan yang memakai busana masyarakat adat Laapago dan Meepago, suasana berubah menjadi bahan tertawaan. Mengapa suasana berubah menjadi bahan tertawaan? ”
![]() |
Paskalis Kossay Tokoh Adat Lapago |
Kata Kossaya, disinilah titik poin krusial yang menjadi perdebatan dikalangan masyarakat Papua khususnya wilayah adat Lapago dan Meepago hingga saat ini.
“Hal Inilah yang perlu diklarifikasi oleh Penyelenggara “Street Carnaval” terkait penampilan busana adat masyarakat Lapago dan Meepago yang tidak sesuai dengan aslinya.”
Para peragawan mereka ini seluruh tubuhnya dipoles dengan arang hitam pekat, kemudian memakai koteka ditancapkan dalam celana, dan berjalan lenggang-lenggok sambil kedua tangannya memegang koteka yang dipakainya.
“Ini merupakan suatu pelecehan terhadap nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat adat Laapago dan Meepago.”
Sebab, Lanjut Kossaya, dari jaman moyang sampai dengan saat ini masyarakat adat Laapago dan Meepago tidak pernah memakai busana adat (koteka) seperti yang diperagakan para peragawan itu.
Akhirnya, kita semua mempertanyakan, apa tujuan sebenarnya promosi busana adat atau koteka tersebut dalam event ini. Apakah tujuan ekonomi atau politik.
sebab kalau tujuannya mempromosikan nilai ekonomi dari busana adat ini, tentunya para peragawan memakainya dengan tepat sesuai kebiasaan yang dipakai masyarakat adat kedua wilayah adat tersebut.
Atas peristiwa tersebut, banyak Orang Laapago dan Meepago sangat kecewa dengan promosi cara pemakaian koteka yang diluar konteks nilai budaya yang dipahami masyarakat adat Laapago dan Meepago.
“Cara pemakaian busana adat secara tidak tepat begitu, sama dengan sengaja mengkhianati nilai budaya masyarakat adat Laapago dan Meepago.” tukasnya
Oleh karena itu, Kossaya mewakili masyarakat adat Lapago dan Meepago meminta Pertanggungjawaban dari penyelenggara kegiatan tersebut.
“Harus ada yang bertanggung jawab, mengklarifikasi perbuatan pelecahan ini. Sebab perbuatan ini tidak memberikan nilai edukasi yang baik kepada publik. Namun sebaliknya, disengajakan untuk merusak nilai-nilai kesakralan tradisi dan adat istiadat suatu suku dan bangsa.
Harga diri kita masyarakat adat Laapago dan Meepago dihina didepan publik, apalagi didepan Presiden maka kita menuntut agar ada harga yang harus dibayar.
“Kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif maupun Kepala BIN untuk bertanggung jawab memulihkan nama baik martabat serta harga diri masyarakat adat Laapago dan Meepago dalam bentuk klarifikasi resmi dan permintaan maaf.” Pintanya
Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa kegiatan “Street Carnival” adalah kegiatan yang di inisiasi oleh Kementrian Parawisata, Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Badan Inteljen Negara (BIN), dan Papua Youth Creative Hub (PYCH) guna menampilkan karya-karya kreasi baru dari anak muda papua dalam berbagai bentuk dan kemasan.
Diantaranya, desain pakaian adat masyarakat dari 7 wilayah adat di tanah papua, busana kolaboratif, kemasan hasil produk lokal seperti kopi wamena, ikan spesies khusus danau Sentani, daun pembungkus papeda, kreasi tifa ukuran besar, dan lain-lain. (Hnk)